Kamis, 04 November 2010

Sambutan Direktur Eksekutif Global Future Institute Dalam Seminar Sehari

Assalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarrakatuh,
Salam Sejaterah Untuk Kita Semua

Yang saya hormati Bapak Ki Utomo Darmadi, beliau adalah adik dari Almarhum Bapak Supriyadi, yang dulu merupakan salah satu tokoh yang berani melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Jepang dan sampai saat ini tidak di ketahui nasibnya apakah masih hidup atau telah meninggal dalam pertempuran di Blitar.

Saya juga sampaikan apresiasi pada teman-teman bapak, Alwi Nurdin dari legiun Veteran pusat, juga Mr Nicolay Tomachev dari Kedutaan Rusia, juga Atase Pertahanan Militer Timor Leste bapak Albert Ramos dan tidak ketinggalan Ibu Grace Lo dari Tapei Economic and Trade Office.Dapat saya sampaikan bahwa political standing dari Global Future Institute (GFI) adalah, sesuai tema yang diangkat dalam melihat militerisme jepang pada periode 1942-1945 adalah, pada satu sisi kita tidak menyangkal dan menafikkan kenyataan bahwa pada saat kedatangan jepanglah kita, bangsa Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaannya dan pada kenyataannya realitas sejarah bahwa dampak dari kedatangan militer jepang memiliki daya rusak yang tidak kalah besarnya dibanding belanda yang menjajah selama 350 tahun.

Jepang walau hanya 3,5 tahun tapi derita dan penderitaan yang dialami warga masyarakat Indonesia juga tidak kalah besarnya. Mungkin nanti Ki Utomo atau pak Ali Nurdin mempunyai pandangan dan testimoni sebagai orang yang mengalami langsung pada waktu itu.

Sejarah adalah perspektif atau cara pandang, untuk itulah dalam memperingati 65 tahun Kapitulasi Jepang Dalam Perang Asia Pasifik, dalam seminar ini kami mengangkat tema “Ianfu, Romusha dan Sejarah Kelam Militer Jepang di Asia Pasifik”.

Posisi Global Fiture Institute dalam melihat tema unilateral Jepang tidak hanya akan menampilkan sejarah perjalanan Indonesia sejak masa kemerdekaan saja, tapi juga akan menyajikan realita sejarah militerisme Jepang yang mempunyai daya rusak yang tidak kalah dahsyatnya dengan apa yang telah dilakukan oleh penjajah Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun.

Yang utama dari seminar ini adalah untuk mencari latar belakang kejadian saat ini dan memperingati 65 Tahun Kapitulasi Jepang Dalam Perang Asia Pasifik, Ianfu, Romusha dan Sejarah Kelam Militer Jepang di Asia Pasifik, maka kami GFI bersama Jaringan Solidaritas Ianfu Indonesia yang dipimpin oleh ibu Eka, telah mengingatkan kita semua untuk mengusut kembali masalalu Jepang.

Ianfu sebagai kebijakan paksa kepada rakyat Indonesia menjadi pekerja seks, Sementara Romusha atau Heiho adalah satu kenyataan sejarah yang tidak bisa ditutup-tutupi. Karena berbagai riset dan penelitian, sejarah telah membuktikan bahwa memang ada dan nyata telah terjadi hal tersebut, di berbagai negara Asia tenggara.

Saya berharap seminar ini akan menarik, karena akan ada Albert Jansen yang seorang profesor berkewarganegaraan Belanda secara lengkap menulis kejadian, bahwa kejadian itu telah menyebabkan luka bagi masyarakat yang mengalaminya. Seperti Romusha dan heiho yang telah banyak dikaji oleh banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri namun saya berharap diskusi ini nantinya akan menarik,

Dan yang tidak kalah menariknya adalah masalah pampasan perang. Nanti akan kita tunjukkan satu bukti yang sangat otentik dari kesaksian Dr Subandrio ketika beliau menjabat sebagai menteri luar negeri Indonesia di era Juanda. Kalau tidak salah ternyata belakangan, ada satu pernyataan dari Pak Bandrio, bahwa  aspek yang di sebut Heiho, Romusha dan Ianfu tidak masuk dalam item apa yang dimaksud sebagai pampasan perang. 

Itulah beberapa aspek yang mendasari kenapa tema itu kita angkat dalam seminar sehari. Walau ini seminar, sejatinya harapan kita ini bisa menjadi semacam konferensi, dimana pembicara dan peserta dapat memberikan kesaksian, masukan dan lain sebagainya.

Dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan apresiasi kepada Ibu Sukanti, Surfivor Ianfu yang dapat hadir atas perjuangan yang dilakukan Ibu Eka. 

Dan kami mengucapkan selamat melaksanakan seminar.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Hendrajit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar